ALIANSI PEMUDA INDONEDIA news- Ketua Mahkamah Agung (MA) M. Hatta Ali bakal segera memasuki masa pensiun sebagai hakim agung pada 7 April saat usianya memasuki genap 70 tahun. Namun, masa jabatan menjadi Ketua MA akan berakhir pada 1 Mei 2020 mendatang. Sesuai UU No. 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 14 Tahun 1985 tentang MA, hakim agung pensiun jika memasuki usia 70 tahun.
“Iya benar usia Hatta Ali pada 7 April 2020 telah memasuki usia 70 tahun, namun ia akan pensiun pada tanggal 1 Mei 2020. Hingga saat ini belum ada kabar kapan jadwal pemilihan ketua MA,” kata Kepala Biro Hukum dan Humas Abdullah saat dihubungi ALIANSI PEMUDA INDONESIA news-Kamis (26/3/2020).
Ketika ditanya lebih lanjut mengenai kapan pemilihannya dan bagaimana sistem pemilihannya, Abdullah enggan berkomentar banyak mengenai mengenai pemilihan ketua MA ini.
Terpisah, Komisioner Komisi Yudisial Bidang Rekrutmen Hakim Aidul Fitriciada menilai pemilihan ketua MA biasanya dilakukan dengan voting antar para hakim agung sendiri, tensi politiknya memang berbeda, biasa voting secara tertutup. “Dalam pemilihan ketua MA ini, para hakim agung berhak mencalonkan diri dan juga dicalonkan untuk menjadi ketua MA,” kata Aidul kepada ALIANSI PEMUDA INDONESIA news- (23/3/2020).
Ia menjelaskan sebenarnya Hatta Ali pada masa periode keduanya menjadi ketua MA belum genap 5 tahun. “Namun karena Ketua MA diharuskan hakim agung, mau tidak mau berakhir pula masa jabatannya menjadi Ketua MA karena batas usia menjadi hakim agung ialah 70 tahun,” katanya.
Empat kandidat
Jelang berakhirnya masa jabatan Ketua MA M. Hatta Ali ini, sepekan terakhir santer diberitakan sejumlah nama calon ketua MA, diantaranya Wakil Ketua MA Bidang Yudisial Syarifuddin; Wakil Ketua MA Non-Yudisial Sunarto; dan Ketua Kamar Pengawasan MA Andi Samsan Nganro yang sekaligus menjadi Juru Bicara MA. Dari tiga nama ini, Aidul menilai ketiganya memiliki latar belakang dari badan pengawasan MA.
“Ketiga nama-nama yang disebut sebagai pengganti Hatta Ali ini memiliki latar belakang pengawas. Dalam memperebutkan posisi Ketua MA ini dibutuhkan sosok yang memiliki integritas yang kuat,” kata Aidul.
Ia memaparkan jika dirunut dari ketiga nama tersebut, dulu Wakil Ketua MA Bidang Yudisial, Syarifuddin sebelumnya menjabat sebagai Ketua Kamar Pengawasan. Kemudian, Sunarto, sebelumnya juga pernah menjabat sebagai Ketua Muda Pengawasan yang dilantik pada April 2017. Saat ini, Andi Samsan menjabat sebagai Ketua MA Muda Bidang Pengawasan.
Melihat ke belakang, Aidul mengungkapkan Hatta Ali pun pernah menjabat sebagai Ketua Muda Pengawasan MA merangkap Ketua Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) pada tahun 2009. Namun, yang terpenting mencari sosok Ketua MA harus orang yang memiliki jiwa kepemimpinan dan pengalaman yang mumpuni serta mampu memimpin banyak satker di MA hingga badan peradilan di bawahnya.
“Tentu, jika dilihat dari latar belakang ketiga nama tersebut, yang menjadi pertaruhan adalah persoalan integritas, karena (ketiganya, red) sama-sama berlakar belakang pengawasan,” tegasnya.
“Bagaimanapun pemilihan ketua MA ini diserahkan kepada seluruh hakim agung. Intinya, setiap hakim agung berhak mencalonkan dan dicalonkan untuk menjadi hakim agung sesuai Pasal 8 ayat (7) UU No. 3 Tahun 2009 tentang MA, pemilihan Ketua MA memang dilakukan secara internal oleh para hakim agung,” tegasnya.
Berikut profil singkat beberapa kandidat calon ketua MA:
Hakim Agung Prof Supandi pun dijagokan sebagai Ketua MA. Keberanian Supandi dalam memutuskan perkara terkait kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan diapresiasi, salah satunya oleh Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arif Poyuono. "Hakim Agung Supandi yang merupakan Ketua Majelis Hakim yang membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan patut diapresiasi," kata Arif dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.
Bahkan, kata dia, Guru Besar Tata Usaha Negara dari Universitas Diponegoro (Undip), Semarang, kelahiran Medan, 17 September 1952 tersebut boleh disebut sebagai pahlawan yang membebaskan rakyat dari beban iuran BPJS.
Beberapa kali, Hakim Agung Supandi sebagai Ketua Majelis Hakim MA berani memutuskan perkara yang besar dan berpihak kepada rakyat, salah satu yang paling fenomenal adalah keputusan pembatalan kenaikan iuran BPJS Kesehatan pada 27 Februari 2020.
Arif menilai keputusan MA itu sungguh sangat fenomenal dan patut diapresiasi karena menunjukkan bahwa hakim agung yang memutuskan perkara tersebut masih memiliki integritas dan hati nurani. "Dengan suara hati nuraninya, demi membela rakyat. Mereka layak disebut pahlawan bagi rakyat," jelasnya.
Keberanian Supandi yang merupakan Ketua Kamar Tata Usaha Negara (TUN) MA itu, diakui Arif, sangat mengagetkan dan sekaligus disambut gembira oleh masyarakat Indonesia.
Selain itu, Hakim Agung Supandi juga pernah membuat keputusan yang menjadi solusi dan acuan seluruh partai, saat mengabulkan gugatan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri tentang peralihan suara bagi calon anggota legislatif yang meninggal dunia.
Keputusan Supandi tersebut sangat menguntungkan pimpinan partai politik di Indonesia karena mempunyai otoritas untuk menentukan kader terbaik yang akan menjadi anggota legislatif.
Mantan Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta tersebut, dinilai Arif, juga mempunyai keunggulan komparatif yang tidak dimiliki hakim agung lain, yaitu independensi dan tidak punya rekam jejak punya hubungan dengan partai politik manapun. "Beliau bersih dari pengaruh partai politik apa pun, sehingga menurut saya layak dan pantas menjadi komandan tertinggi para hakim di Indonesia," katanya.
Kini, kata dia, semua berpulang pada nurani dan kejernihan hati para hakim agung yang ada di MA jika memang mereka menginginkan citra lembaga MA bersih dan dipercaya rakyat.
Seperti diketahui, Hatta Ali kembali menjadi ketua MA yang kedua pada pemilihan tahun 2017. Saat pemungutan suara, Hatta Ali menang mutlak dalam satu putaran dengan memperoleh 38 suara dari 47 hakim agung yang telah menggunakan hak pilihnya. Rinciannya, Hatta Ali memperoleh 38 suara diikuti Hakim Agung Andi Samsan Nganro dengan memperoleh 7 suara yang menempati urutan kedua. Di posisi ketiga dan keempat diduduki Hakim Agung Mukti Arto dan Suhadi yang masing-masing hanya memperoleh 1 suara