Minggu, 02 April 2023

Politik itu Bukan Bagian dari Akidah tapi Muamalah

DADEK WONK (DW) 
Ketua umum Islamic Army Of Indonesia

Kehidupan bermedia sosial sedemikian nyata memberikan pengaruh yang kuat terhadap tatanan sosial masyarakat Indonesia hari ini, termasuk dalam kehidupan keberagamaan. Pertukaran informasi yang terjadi ikut membentuk gagasan, pandangan, bahkan tindakan yang berkonotasi produktif maupun sebaliknya.

Salah satu panorama yang belakangan mengemuka adalah bahwa interaksi di era sosial media juga menghadirkan tantangan tersendiri bagi kehidupan keberagamaan, khususnya dalam konteks menjaga kohesivitas umat yang solid. Alih-alih, sosmed turut berkontribusi pada terbentuknya polarisasi dan defragmentasi di berbagai lini kehidupan, termasuk keberagamaan.

Ketua Umun Islamic Army of Indonesia, "Dadek wonk" menilai arus defragmentasi ini semakin menguat seiring berjalannya waktu. Jika dulu bentuk oposisi keberagamaan Islam di Indonesia dikuasai oleh narasi biner Sunni-Syiah, saat ini pertentangan melebur bahkan hingga level organisasi.

Ia mengatakan polarisasi ini turut pula dikondisikan oleh menjamurnya tokoh dan ulama yang memiliki hasrat untuk mendapat kekuasaan politik dan menggunakan instrumen idiom-idiom keagamaan untuk mengeruk simpati umat. Instrumentalisasi idiom-idiom agama oleh tokoh yang kemudian tersirkulasi melalui platform sosmed tak jarang menimbulkan gejolak. Perdebatan politik yang tidak menjadi pokok dalam islam, kerap kali meruncing menjadi perdebatan akidah.

"Politik itu bukan bagian dari akidah tapi muamalah. Karena itu perbedaan pendapat adalah hal biasa. Tidak boleh kemudian menyebabkan kita memutuskan silaturahmi. Di medsos itu sekarang perseteruan politik itu bisa dibawa kepada perseteuan akidah. Kemudian beda pandangan itu dibawa ke dalam perbedaan keyakinan yang akhirnya saling menyesatkan, mengkafirkan, munafik dan segala macam,"

Kondisi ini menjadi tantangan tersendiri bagi para tokoh dan ulama untuk berdakwah di era sosmed. Padahal, media sosial memiliki peran yang teramat besar dalam mengkonstruksi pemahaman keberagamaan umat di zaman kiwari. Sebabnya, berbagai informasi keagamaan yang membanjiri sosmed kerap dijadikan masyarakat sebagai pegangan mereka.

Karena itu DW mengingatkan kepada siapa saja yang memikul peran sebagai contoh bagi umat untuk lebih serius memahami dan merespon berbagai fenomena di sosmed. Hal tersebut harus dilakukan untuk membendung bentuk-bentuk dakwah dan produksi informasi keagamaan lainnya juga mengandung potensi memperuncing polarisasi dan defragmentasi umat.

Dalam rangka memperkuat umat, DW mengingatkan peran dan tanggung jawab ulama sebagai waratsatul anbiya alias pewaris para nabi. Dalam konteks dakwah, signifikansi peran ulama tidak hanya mengacu seberapa banyak ayat Alquran dan Hadits yang ia sampaikan dalam sebuah pengajian, namun juga segala bentuk perilaku dalam keseharian. Dengan perannya itu, ulama juga didorong untuk menghadirkan hal-hal yang baik di ruang publik sebagai bentuk pertanggungjawaban terhadap umat.

"Ketika rasul menyampaikan 'siapa yang bisa menjamin sesuatu di antara kedua gerahamnya dan di antara dua pahanya dijamin masuk surga.' Di antara dua geraham itu ya semua ujaran-ujaran kita. Semua hal yang diproduksi dengan tangan, lisan, dengan apapun yang dikonsumsi orang banyak. Itu menurut saya penting."

Selain itu, DW juga meminta para tokoh dan ulama untuk mengedepankan prinsip washathiyah terutama bersikap proporsional dalam menghadapi media sosial. Bersikap proporsional dinilai menjadi implementasi pertanggung jawaban yang paling konkret bagi para ulama untuk merawat iklim keberagamaan yang sehat di Indonesia dengan konteks heterogenitasnya yang kompleks.

Lebih jauh DW mendorong para ulama dan tokoh untuk mrmbangun silaturahmi dan komunikasi sebagai salah satu langkah untuk menghindari defragmentasi dan ketegangan. Dengan cara itu, iklim dakwah di media sosialakan semakin sehat dan konstruktif sehingga semua pihak dapat lebih optimistis dalam memanfaatkan media sosial sebagai hasil sarinkemanjuan ilmu dan teknologi.

"Kalau antara tokoh itu membangun komunikasi yang baik, itu akan mengurangi beban sosial yang masyarakat rasakan. Kan, kalau sekarang para tokoh yang bermasalah, akhirnya yang mendapat tekanan itu masyarakat. Sudah waktunya para tokoh membalas jasa pengikut mereka yaitu dengan merilis atau melepaskan ketegangan, konflik-konflik yang terjadi di tengah masyarakat karena ulah mereka, yaitu dengan mambangun silaturahmi dan komunikasi,"


TERATAS

SAMBUTAN DEWAN PENDIRI ALIANSI PEMUDA INDONESIA

ESOK LEBIH BAIK DARI KEMARIN DAN HARI INI Kata Sambutan DEWAN PENDIRI ALIANSI PEMUDA INDONESIA, dalam acara penyerahan SK DPD ALI...