Dinamika internal partai politik adalah keniscayaan, tergantung situasi dan keadaan parpol tidak bisa dihindari. Menjadi kader partai apapun pasti terjadi dinamika, karena itu merupakan sunatullah dalam parpol. Coba perhatikan semua partai politik adakah yang nyaman tanpa kekisruhan tentu tidak, semua parpol pasti mengalami hal yang sama. Jika saja ingin merasakan nyaman, tanpa ada kisruh, tinggalkan parpol dan beribadah di Masjidil Haram Insyaallah nyaman. Dan sebaliknya jika bergabung dengan parpol, nyamannya atau tidak hanya bisa dirasakan jika disesuaikan dengan kepentingan yang ada. Dan semua partai politik memiliki keadaan yang hampir sama seperti pinang dibelah dua. Maka kader Parpol harus bisa membaca peta politik yang terjadi dilingkungan internal. Sebab politik memiliki motto yang unggul yaitu “Kepentingan”. Pada titik kulminasi “Kepentingan” inilah muncul perasaan nyaman dan tidaknya kader parpol. Jadi tidak ada kawan dalam politik yang ada hanyalah kepentingan. Jika kepentingan mereka sama maka akan dirasakan sangat nyaman dalam partai dan sebaliknya jika kepentingan kita berbeda maka otomatis akan merasakan dampak ketidaknyamanan pada partai tersebut. Disinilah cikal bakal mulai berfikirnya kader parpol apakah pindah partai, mendirikan partai ataukah menjemput bola partai baru semua ini akan menjadi pilihan bagi kader politik.
Politik itu seperti halnya cuaca, selalu berubah-ubah dalam waktu yang sulit untuk dideteksi dan prediksi oleh siapapun juga. Waktu sekejap bisa terjadi mendung dan arah angin bisa terjadi perubahan haluan. Untuk menyatakan sikap batin yang bermertamerfosa dengan keinginan menjadi pekerjaan yang tidak mudah. Itulah sulitnya mengambil keputusan politik apakah nyaman atau tidak ketika berada dalam satu gerbong partai. Ketika keputusan yang kita ambil didalam menentukan pilihan apakah nyaman atau tidak itu adalah keputusan yang sadar, teliti dan bulat terhadap pilihan yang tersedia untuk merealisasikan tujuan dan keinginan yang diharapkan.
Oleh sebab itu, tidak saja dibutuhkan cara cerdas untuk mewujudkan impian, tapi juga standar moral yang ketat dan keberanian untuk menanggung resiko. Jikapun kita harus hijrah pada partai politik lain maka itu adalah keniscayaan dan hal itu didalam politik adalah deal-nya untuk kepentingan semata. Mungkin bagi kita semua sepakat membenarkan perkataan bapak Ploklamator bahwa “tidak ada teman abadi dalam politik”. Pameo ini masih berlaku permanent dijagat politik yang terjadi sampai saat ini. Kepindahan kader partai politik ke parpol lain adalah lumrah karena itu merupakan pilihan yang sulit untuk dihindari walaupun masyarakat bertanya kenapa mesti pindah partai ?.
Dimanapun kita berlabuh dan partai apaun yang kita bergabung dinamika itu adalah merupakan kodrat politik yang tidak bisa kita hindari hanya butuh waktu pasti akan terjadi. Yang perlu dipikirkan oleh politisi bagaimana cara berjirah politik yang santun, meninggalkan partai tanpa ada bekas seperti mencabut rambut pada tepung sehingga semuanya indah dalam politik. Disitulah seninya kita berpolitik. Tidak bisa dihindari adanya konflik internal maupun persaingan antar person didalam ranah partai politik. Persaingan yang sehat merupakan fenomena yang tidak dapat dihindarkan dalam iklim demokrasi. Persaingan politik dapat terjadi dalam banyak tingkatan. Pertama, persaingan politik yang terjadi memperebutkan fungsi dan kedudukan dalam tubuh partai. Persaingan ini terjadi dalam koridor ideologis, struktur dan mekanisme partai politik bersangkutan. Kedua persaingan untuk mendapatkan simpatisan dan dukungan publik. persaingan jenis ini seringkali dikonotasikan persaingan periode kampanye Pemilu
Ada beberapa faktor pindahnya politisi pada partai lain diantaranya adalah : idiologi partai, konflik internal partai, masa depan partai, serta iming-iming fasilitas dari partai lain. Menurut Zainuddin Amali, semakin kuat ikatan ideologi politikus dengan partainya, maka semakin tidak ada kemungkinan ia akan pindah partai. “Politikus yang idiologinya sangat lemah akan mudah pindah partai lain”. Kedua, lanjutnya adalah faktor konflik internal partai asal. Hal ini membuat partai politik terbelah, sehingga politikus jadi tidak nyaman dan mencari partai yang stabil. Ketiga, kehawatiran terhadap masa depan partai
Fenomena pindah partai ini menghasilkan dua padangan yaitu postif dan negatif. Secara positif, pindah partai adalah bentuk ketidak puasan individu politisi terhadap apa yang terjadi di tubuh partai sehingga menuntut politisi memiih partai lain untuk dapat mengakomodir kepentingan pribadinya. Dalam pandanagan positif, invividu melihat bahwa dalam tubuh organisasi partai poltik sudah tidak ada lagi idiologi yang sejalan ataupun visi misi yang diusung olwh individu. Apabila demikian, partai politik yang sebelumnya dianggap tidak sejalan dengan apa yang menjadu idiologi individu, dianggap membutuhkan perubahan didalam tubuh partai politik tersebut. Sedangkan pandangan negatif, ada kemunduran partai politik baik dari visi misi, idiologi dan sistim dalam tubuh organisasi partai. Pandangan negatif ini melihat pada aspej ketidak mampuan partai politik dalam mengakomodasi kepentingan anggota dalam partai politik, sehingga dianggap sebagai kegagalan konsolidasi partai politik. Meskipun dua pandangan ini terlihat normatif, tidak menutup kemungkinan akan berpengaruh terhadap performa partai politik dan integritas individu dalam politik. Dua indikasi faktor yang mempengaruhi perpindahan partai politik yaitu pengaruh internal dan eksternal.
Kedua faktor tersebut berasal baik dari individu ataupun partai politik. Keduanya memiliki intensi yang berberbeda, namun prose dan dinamikia komunikasi politik didalam partai politik dengan anggotanya sangatlah menentukan. Misalnya pengaruh idiologi, kepentingan yang lain dan keinginan untuk meraih kekuasaan yaitu kursi yang lebih besar
Semua ini tergantung sungguh personafiksi elit apakah bisa konsep ini berlaku atau tidak kembali kepada masing-masing kader partai.
|